Aku pulang kerja dengan sekujur tubuh yang basah kuyup karena hujan yang
sangat deras. Hujan seperti ini jas hujan ponco memang seperti tak
bermanfaat. Basah basah juga kena air hujan. Dengan susah payah kunaikan
skuter kuno tahun 1960 menuju teras rumah. Nampak sepi. Di pintu rumah
tertempel kertas note yang bertuliskan “Pah, mamah sama anak-anak ke
tempat ibu. Ibu tadi telepon, asam uratnya kambuh, sampe ga bisa jalan.
Makanan ada di lemari. Kalo mau nyusul, nyusul aja. With Love, mamah
& kids”. Yaah, mau ngangetin badan, kompornya pergi.... aku hanya
menggerutu dalam hati. Sambil berjalan ke kamar mandi aku merencanakan
pergi ke tempat mertua jika hujan sudah mulai reda nanti. Saat berada di
kamar mandi, kudengar pintu diketuk dengan tergesa-gesa dan terdengar
suara perempuan memanggil nama istriku “Han, Hani... buka pintu Han...
Assalamualaikum, Han... cepetan nih...”. Ku kenal suara itu. Suara Mbak
Iin, kakak istriku. Dengan berbalut handuk dan badan yang masih
berlumur sabun, aku keluar dari kamar mandi dan menjawab salamnya, “wa
alaikum salam, bentar mbak... “. Ku buka pintu rumah dan Mbak Iin nampak
sangat kedinginan dengan tubuh yang basah kuyup. “Lha, dah tua masih
seneng ujan-ujanan Mbak?” tanyaku... “Gundul, orang aku keujanan tadi..
kukira Cuma gerimis makanya aku nekat nerobos. Lhadalah ujannya makin
gede... udah aku mampir aja... Istrimu mana?” tanyanya sambil melepasi
sepatu dan kaus kakinya yang basah juga. Tempat kerja Mbak Iin dengan
rumahku memang tidak terlalu jauh jaraknya. Kurang lebih 250 m,
kadang-kadang pulang kerja ia sering mampir untuk sekedar melepas lelah
usai bekerja. “Hani ke rumah ibu, katanya ibu sakit lagi. Ntar ujan
berenti juga aku mau kesana... “ kataku. “wes, ndang adus kono...
gentenan aku yo kepengen adus ndisik... teles kebes ngene..(ya udah,
cepet mandi sana, gantian aku mau mandi juga. Badan ku basah kuyup
gini)” Mbak Iin menyadari kalau aku masih berlumur busa sabun. “ya udah
mbak, akunya mandi dulu. Nanti gantian”. Sambil berlalu ke kamar mandi
sempet kulirik badan Mbak Iin yang tercetak jelas pada baju seragamnya
yang basah kuyup. Mbak Iin memang tidak terlalu gemuk, payudaranya juga
tidak terlalu besar namun cukup membusung dan penuh. Pantatnya saja yang
terlihat lumayan besar. Kulitnya Kuning langsat dan bersih, karena ia
selalu rajin merawat tubuhnya ke salon.
Imbasnya cuaca yang hujan dan dingin, dikamar mandi aku sempat
membayangkan menggumuli Mbak Iin... Saat aku baru lima menit onani,
pintu kamar mandi sudah digedor oleh Mbak Iin, “Woy gundul... aku
kedinginan... buruaaan....!!!” Hancur berantakan smuah.... cepat-cepat
kusiram tubuhku dan segera mengeringkan badan dengan handuk lalu
bergegas keluar. Saat kubuka pintu kamar mandi, kulihat mbak Iin sudah
melepas semua pakaiannya , dan ia hanya berbalut handuk tanggung milik
istriku. Seerrrrrr.... berdesir darah ini melihat tubuhnya....
“Dhancuk... malah nglamun nang lawang... (sial, malah ngelamun di pintu)
minggir...!!” katanya sambil menepis tubuhku... Aku Cuma nyengir sambil
berlalu ke kamarku. Didepan Lemari aku termenung, melamunkan
angan-angan.... andai saja mbak Iin mau kuajak bercumbu... menghangatkan
waktu dan bertukar lendir... tak teras kulepas handukukku dan kukocok
sendiri penisku sambil membayangkan tubuh mbak Iin....
Klothak... “halaaah... gundul siji ki... tak kira wes klambinan...ngopo
ta kowe dul? (kukira sudah pake baju, lagi apa kamu?)” tanya mbak Iin.
Karena reflek aku berbalik badan dan nampak mbak Iin mukanya memerah
melihat penisku tegak lurus. Gelagapan kusambar handuk dan mencoba
menutup badanku bagian bawah. Celakanya, karena penisku sudah tegang, ia
menyembul dibalik belahan handuk dan kepalanya terlihat menonjol. “Aku
pinjem baju istrimu dulu. Bajuku basah semua. Tuh adekmu ngintip,
hihihi...” katanya sambil menuju lemari baju. “I... I... iya, silakan
mbak” jawabku tergagap bercampur tengsin. Lalu Ia nampak mencari baju
istriku dan setelah didapat yang dia mau ia bertanya lagi, “kutang karo
sempake disimpen dimana dul..? Skalian tak pinjem...” Aku cuma
berjongkok membuka laci lemari pakaian plastik tempat menyimpan onderdil
daeleman istriku yang tersimpan bersama pakaian dalamku. “Disini Mbak,
pilih aja...” akupun berlalu sambil tetap agak membungkuk menyembunyikan
rudalku yang nampaknya tak kunjung meredup.
Mbak Iin berjongkok memilih Cd dan kutang, karena handuk yang kekecilan,
handuknya tak sanggup menutupi pahanya yang mulus dan mengkilap itu.
Aku berpura-pura memilih baju sambil terus melirik kearah belakang
menikmati pemandangan yang sangat indah itu. Saat mbak Iin berdiri,
handuk yang tak seberapa lebar itu terlepas dan darahku seakan berhenti
melihat tubuh kakak iparku bugil tanpa sehelai benangpun... Kepalaku
semakin pening dengan keadaan ini. Mbak Iin terlihat sedikit terkejut,
dan dengan cepat ia memakai celana dalanya. Entah karena nafsu atau
mungkin setan yang merasuk, kuhampiri ia dan kupeluk ia dari belakang
sambil mencoba meraih payudaranya. “Heh... diancuk ... hey... arep ngopo
kowe koplak..?? Bocah edan meneng kowe...(hey... mau apa kamu, nak
edan... diem kamu)” Mbak Iin mencoba menyingkirkan tanganku dari
payudaranya dan menghindarkan wajahnya agar tak bisa kucium. Namun aku
tak menyerah begitu saja, kupegang tangannya sambil tubuhnya ku pepet ke
arah lemari baju. Kugesekkan penisku kearah belahan pantatnya yang
belum tertutup CD dengan sempurna.
“Dul... owh... hey... stop... ah.. aduh.... tak gampleng kowe mengko ...
(saya pukul kamu nanti)”... Tangan mbak Iin sudah aku pegang erat
kearah bawah dan kuciumi lehernya... Tiba-tiba ... PREEEKKKK.... tangan
mbak Iin meremas keras bijiku dan memukulnya... TOBAAAAAATTTTTT.....
enek ... ga karuan rasa perutku, terasa seperti mau kencing bukan mau
berak bukan... aku hanya nungging menahan sakit dan sesak tiada terkira.
Akhirnya BRUUUk.... aku jatuh dikasur sambil mengerang kesakitan dan
memegangi penisku.... “Dul... kamu kenapa.... lah ... aduh piye iki...
dul jangan mati ... hey... bangun... kamu ga papa kan?” suara mbak Iin
nampak seperti cemas. Aku tak melihat raut wajahnya karena mataku
terpejam menahan sakit.... Sekitar 3 menit aku KO. Mbak Iin terus
mendorong – dorong tubuhku sambil terus menanyaiku... Setelah agak reda
sakitnya, aku pun memohon maaf padanya, “Mbak maaf ya ... aduuuh...
sakit banget.... aaaahhh” aku terus mengerang sambil memegangi penis.
“Kamu yo kebangeten sih.... kamu mau apa sih? Aku yo direjeng gitu?? Ne
kepengen ngenthu yo ngomong, jangan maksa...” HAAAHH??? Ga salah dengar
aku??.... “Bener mbak.??? “ tanya ku penasaran... “Karepmuu... nek wes
ngene ki kepiye ?? (Terserah.. kalo dah begini gimana lagi)” katanya.
“Lah terus gimana, wong burungku KO diremek jenengan!!” kataku
memelas... Nampak Mbak Iin dengan wajah bingung menatapku. “Kamu ...
kamu ... “ ia tak melanjutkan kata-katanya. Kudekati dia dan kucoba
kembali mencium bibirnya. Mbak Iin membalas ciumanku, kami terus
berciuman sambil duduk. Lidah kami saling mengejar didalam mulut dan
tanganku mulai aktif menggerayangi payudaranya. “Oooowhhhh.....
ssshhhh... aaahhh.. ddduuulll... oukh... akkhhhhh” katanya saat kujilati
puting susunya.
“Mbak, aku pingin ....” kataku berbisik lirih ditelinganya... “Yoo
wes... terusno... garap aku...” jawabnya. “Tapi gimana mbak, burungku
masih lemes nih....” aku berdalih. Ia pun mengelus lembut penisku. “Tak
obati deh... biar sembuh..” katanya sambil menggelosor mengambil posisi
setengah nungging menghampiri si otong yang terangguk lemas. Ia lalu
menciumi batang penisku dan menciumi bijinya yang beberapa menit yang
lalu KO terkena pukulannya. Mula-mula ia hanya menciumi ujung kepala
penisku, lama lama ia pun mulai memasukan batang penisku ke dalam
mulutnya. Aaaakkhhhh.... lembut dan hangat... maju mundur ia pun mulai
mengocok penisku dengan mulutnya. Aku pun sangat menikmatinya.
“Mbaaaakhhh.... ouuukhh.... ssshhhh...” rupanya desahan ku membuat mbak
Iin semakin semangat mengoral penisku.
Akibat dari rangsangannya, aku pun menarik paha mbak Iin. Ia
menghentikan sejenak aktifitasnya dan menuruti keinginanku. Kulepas CD
yang belum terpasang sempurna itu. Mbak Iin membantu sedkit dan dalam
waktu yang sekejap bugil lah kami berdua... Mbak Iin lalu melanjutkan
tugasnya menyembuhkan penisku yang masih belum keras benar. Sedang aku
mulai menjilati bagian sebelah luar dari memek mbak Iin. Lama kelamaan
aku mulai menjilati bagian dalam dan itilnya. Sejenak Mbak Iin
menghentikan kegiatannya, “Ooooooooooooouuuuhhhh..... ssshhhhh....
aaaahhhh... bener disitu ddduuuuuuuulll... aaaakhhh..... isep terus...
jilat terus dduuulll.... aaaahhh... mmmmppphhhh... “ Kudorong kepalanya
agar ia melanjutkan kerjanya. Sekitar 15 menit kami melakukan oral sex
dan tiba tiba mbak Iin bangun dan langsung membalikkan badannya dan
kembali menyorongkan memeknya ke mukaku. Tanpa basa basi langsung
kusantap lagi memeknya dan tak lama mbak Iin membenamkan kepalaku ke
memeknya sampai aku ga bisa napas. “Duuulllll...... aaaaaaaaahhhhhh....
hnnnngggghhhhh..... ohh... ohhh...oohhh.... aaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhh...”
dengan jeritan kecil dan rintihan nikmat, mbak Iin melepas kenikmatan
melalui orgasmenya. Mukaku jadi basah kuyup kena cairan memeknya....
Usai melepas orgasmenya, mbak Iin terkulai lemas memeluk aku dalam
posisi terduduk. Kubaringkan dia dengan perlahan dan kucoba memasukkan
penisku ke dalam memeknya. Slllleeeeeppp.... bleeesssshhh... penisku
masuk dengan lancar tanpa kendala, diiringi dengan erangan nikmat mbak
Iin. Kukocok maju mundur penisku dengan speed rendah agar dia menikmati.
Tapi rasa nikmat yang tiada tara membuat aku mengocok semakin kencang
dan menderu hingga tak sampai 10 menit kukeluarkan air maniku kedalam
rahimnya, entah berapa kali dan usai melepas hajatku akupun tertunduk
lemas dipelukan mbak Iin sambil menjilati payudaranya. Mbak Iin lalu
menarik wajahku dan kami berciuman dan saling memagut bibir, sementara
penisku masih membenam didalam memeknya yang kembung. Agak lama kami
berciuman dan saling meraba. Tak terasa hujan diluar sudah mulai
berhenti.
Saat akan kumulai ronde kedua, tiba-tiba HP ku berbunyi dan setelah
kuangkat terdengar suara istriku di seberang memintaku agar segera
menuju rumah mertuaku. Kami mandi bersama dan sempat bermain cinta di
kamar mandi. Namun tidak berapa lam karena sekarang gantian Hp mbak Iin
yang berbunyi. Saat akan mengambil Hpnya, keburu terputus dan kami
segera mandi lalu berpakaian dan segera meluncur ke rumah mertuaku.
Sesampainya disana aku memberikan kode kepada mbak Iin agar tidak
membuat curiga istri dan mertuaku. Ia hanya memberikan senyum
pengertian.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar