Aku baru dapat tetangga baru. Dia menempati rumah petakan tepat di
sebelah rumahku. Ibunya tidak dapat dikatakan cakep, tetapi anaknya 2
cewek masih kecil-kecil tampangnya manis-manis kayak keturunan bule.
Ketika mereka menurunkan barang dari truk, kebetulan aku masih di rumah,
sehingga dengan sukarela aku turut membantu. Toh dia nanti bakal jadi
tetanggaku. Ibu Eno yang kupanggil kemudian mbak Eno, awalnya rikuh,
bahkan mau memberi upah. Tentu saja aku tolak, masak sih membantu
tetangga mau terima upah juga.
Akhirnya dia akrab denganku. Rumah kontrakan petakan sederet ada 5.
Bangunan sederhana lebar, cuma 3 meter dan memanjang kebelakang sekitar
10 m. Aku tinggal di situ sejak istriku meninggalkanku karena dia tidak
sanggup hidup miskin. Kabarnya dia akrab dengan bos-bos berduit, sebelum
akhirnya minta cerai denganku. Istriku memang terlalu cantik untuk
hidup miskin.
Ketika bersama istriku , aku tinggal di rumah sederhana yang dibeli
secara KPR BTN agak jauh dari pusat kota Jakarta. Untuk mencapai
kantorku aku perlu waktu sekitar satu setengah jam.
Setelah bercerai tanpa anak, rumahku di luar kota itu aku kontrakkan dan
sekarang ngontrak rumah petak sederhana yang tidak jauh dari
kantorku.Itu sedikit perkenalan mengenai diriku.
Kembali ke Mbak Eno, menurut ceritanya dia tadinya hidup bergelimang
harta. Suaminya bule Amerika bekerja di perusahaan minyak. Mereka tidak
kawin, tetapi hidup bersama tinggal di satu rumah. Dari hasil kumpul
kebo itu lahir 2 anak perempuan yang sulung bernama Stella umur 8 tahun
sekolah kelas 3 SD dan Vonny umur 6 tahun baru kelas 1 SD.
Stella mungkin menurun dari ayahnya, sehingga rambutnya agak coklat dan
kulitnya putih, tetapi Vonny sepertinya menurun dari ibunya, kulitnya
tidak begitu terang, rambutnya hitam lurus, tapi hidungnya mancung.
Ibunya meski didandani semodern apapun masih kelihatan ndeso, karena
wajahnya ndeso dan kulitnya hitam.
Mereka terpuruk, setelah suami mbak Eno meninggalkan begitu saja. Rumah
yang mereka tempati adalah kontrakan yang punya kolam renang dan halaman
luas serta semua ruangannya ber AC. Mbak Eno tidak mempunyai
ketrampilan apa pun, karena setelah tamat SMA dia diajak hidup serumah
dengan Edward, begitu nama pasangan hidupnya.
Setelah ditinggal Edward, mbak Eno membiayai hidupnya dengan menjual
satu persatu barang-barang yang mereka miliki sampai akhirnya tinggal
beberapa yang kemudian dibawa pindah ke rumah petak di sebelahku.
Sampai suatu hari kudapati Stella dan Vonny sudah seminggu terlihat di
rumah saja. Mulanya kutanya keduanya, mereka menjawab libur. Namun
kulihat anak-anak lain masih bersekolah, sehingga ketika aku ketemu mbak
Eno hal itu kutanyakan. Dia akhirnya terus terang mengaku bahwa sudah 3
bulan anaknya tidak bayar uang sekolah.
Iba aku mendengarnya sehingga aku memberikan uang untuk membayar uang
sekolah kedua anak itu. Sekolah mereka memang sekolah mahal, sehingga
uang sekolahnya juga mahal. Aku usulkan mereka dipindahkan ke sekolah
negeri yang dekat dengan tempat tinggal kami.
Mbak Eno akhirnya setuju dan kedua anaknya sehingga mereka akhirnya
sekolah di SD negeri yang tentunya tidak perlu membayar uang sekolah.
Setelah kesulitan uang sekolah mbak Eno kemudian juga mengalami
kesulitan membiayai hidup mereka. Sebab dia sama sekali tidak kerja,
jadi tidak ada pemasukan.
Trenyuh juga aku melihatnya, sehingga sering aku membeli ayam model
fried chiken untuk lauk makan anaknya. Karena Mbak Eno akrab sekali
dengan ku, sehingga aku mengetahui semua kehidupannya sampai berapa
tinggal uangnya yang dia miliki.
Untuk membantu kedua anak nya agar tercukupi makanannya maka aku
bekerjasama dengan mbak Eno. Aku setiap hari memberi uang belanja mbak
Eno dan dia memasak untuk mereka dan aku. Sejauh ini hubungan kami tidak
sampai terjadi hubungan sex. Masalahnya aku tidak tertarik dengan
tampilan mbak Eno. Badannya kerempeng, teteknya kecil, kulitnya hitam
dan giginya agak tonggos dikit.
Meskipun kami seperti satu keluarga, tetapi kami tetap hidup terpisah.
Aku yakin jika aku ajak Mbak Eno tidur dengan ku, dia pasti tidak
berkeberatan. Masalahnya aku yang nggak minat. Aku heran memikirkan si
bule lakinya si Eno, dia tertarik apanya dari Eno.
Sekitar 1 tahun kami hidup seperti itu, sampai akhirnya Eno bicara
padaku bahwa dia akan bekerja menjadi TKW di Canada. Parahnya dia
meninggalkan anaknya kepada ku. Karena keluarganya di kampung sudah
tidak ada lagi. Kedua orang tua Eno sudah meninggal. Boleh dibilang dia
tidak punya siapa-siapa lagi. Jika pun ada saudara, dia sudah tidak
akrab. Ada abang Eno, dia tinggal jauh di luar Jawa dan kabarnya
hidupnya juga susah. Jadi memang tidak ada yang bisa dititipi untuk
memelihara kedua anaknya.
Aku sesungguhnya keberatan, tetapi menimbang kasihan kepada kedua anak
manis itu aku jadi mau juga menerima titipan. Menurut Mbak Eno dia hanya
3 tahun bekerja di Canada, setelah itu dia akan kembali.
Aku melihat peluang dia mendapat kerja di luar negeri itu adalah
satu-satunya yang dapat dia lakukan. Meskipun di luar negeri bekerja
sebagai pembantu, tetapi menurut dia gajinya lumayan besar dan cukup
untuk ditabung.
Singkat cerita akhirnya aku menjadi single parent bagi dua anak manis
yang sekarang usianya sudah menjadi 9 tahun untuk Stella dan 7 tahun
untuk Novi. Mereka tetap tinggal di kontrakannya dan aku tetap tinggal
di kontrakanku. Mengapa begitu. Ya karena kontrakanku tidak ada kamar
lagi, cuma 1 . Tidak terlalu sulit mengasuh mereka, karena mereka sudah
dekat denganku, dan aku sudah terbiasa ikut mengurusi mereka.
Suatu hari aku terkejut mendengar kedua anak-anak itu ketawa cekikikan.
Aku saat itu sedang mandi, dan mereka juga begitu. Kamar mandi di rumah
kontrakan ini semua letaknya di jejeran paling belakang, sehingga kamar
mandi kami bersebelahan. Dinding pembatasnya hanya seng. Wajar saja ada
lubang-lubang di dinding seng itu. Rupa mereka berdua mengintip aku
sedang telanjang.
Mereka makin cekikikan, dan kulihat di lubang seng itu mereka
berkali-kali mengintaiku. Padahal aku saat itu lagi horny sehingga aku
sebenarnya sedang merancap untuk menunrunkan tegangan. Malu juga rasanya
lagi ngloco begini diintip oleh dua anak-anak itu.
Kesal juga rasanya, aku buka pintu penghubung di antara kedua kamar
mandi kami secara tiba-tiba. Kedua anak itu yang sedang mandi dan
tentunya juga sedang telanjang, terkejut. Mereka kusuruh masuk ke kamar
mandiku. Kubilang, dari pada ngintip, lebih bagus lihat aja langsung.
Mulanya mereka malu, tetapi setelah aku gandeng kedua tangan mereka
akhirnya mereka menurut juga ikut masuk ke kamar mandiku. Pada saat itu
penisku sedang menegang. Ku katakan kepada mereka, jika ingin
lihat-lihatlah sekarang sepuasnya.
“Ah kami sudah biasa melihat penis laki-laki dewasa. Papa punya malah
lebih besar dari pada oom punya. Sial, umpat ku dalam hati. Rupanya
mereka terbiasa mandi bersama ayah dan ibunya sehingga tidak aneh
melihat kemaluan laki-laki.
Otakku mungkin agak gila, karena tadi ngloco sudah setengah jalan,
sehingga rangsangan di dalam otak cukup tinggi. Apalagi melihat kedua
anak bule ini telanjang pula. Stella teteknya baru tumbuh hanya di
sekitar aeroalanya saja, jadi hanya kecil saja. Sedang Vonny terlihat di
sekitar putingnya agak cembung sedikit. Kedua memek mereka masih licin
tanpa bulu.
Akhirnya mereka berdua aku suruh memegang batangku yang tegang dan
kemudian aku suruh ngocok sekalian. Rasanya lebih nikmat dikocok oleh
tangan-tangan kecil ini, ketimbang tanganku sendiri. Tidak lama kemudian
spermaku muncrat. Mereka bingung melihat cairan kental menyembur dari
penisku. Aku terangkan kepada mereka soal sperma dan proses
menyemburannya.
Sejak saat itu setiap pagi kami jadi selalu mandi bersama di kamar
mandiku. Tapi tidak setiap hari aku dikocok. Jika aku menginginkan ya
mereka kuminta mengocok. Jika sedang datang pikiran warasku, aku jadi
merasa bersalah, karena aku merusak moral anak yang dititipkan kepadaku.
Tapi pikiran lain mengatakan, anaknya sendiri yang genit-genit. Umur
segitu sudah suka ngintipin aku. Akhirnya aku membela diri ku sendiri
dengan berpikir bahwa aku tidak pernah memaksa kedua anak-anak ini. Dan
aku tidak merasa melakukan pencabulan, karena mereka sendiri yang
menginginkan.
Sudah setahun aku mengasuh mereka, Eno di Canada mengabarkan mendapat
pekerjaan yang bagus dan bayarannya bagus. Syukurlah. Stella sudah
menjadi 10 tahun dan Vonny 8 tahun. Mungkin karena anak bule, jadi
perkembangan badannya cepat. Tinggi Stella sudah sekitar 150 cm dan
Vonny sedikit lebih pendek. Bukan itu saja tetek Stella juga sudah makin
menggembung dan Vonny bentuknya sudah lancip.
Aku kadang-kadang meremas tetek mereka juga kalau sedang akan
memancarkan sperma. Selain itu juga merabai memek mereka. Jadi mereka
sudah biasa oleh jamahanku sehingga tidak ada penolakan.
Aku terkejut ketika Stella dan Vonny bercerita bahwa mereka sudah
melihat film bokep dari HP temannya di sekolah. Zaman seperti ini memang
sulit membatasi informasi, termasuk informasi kepada anak-anak. Aku
juga heran anak seusia 10 tahun sudah berminat menyimpan film bokep di
hpnya dan ditunjukkan pula pada temannya. Kata Stella dia sudah melihat
banyak film, Vonny juga katanya.
Wah cilaka, apa yang harus aku perbuat. Padahal mereka terbiasa berbugil
bersamaku. Aku tidak bisa melarang, dan juga tidak mungkin
menganjurkan. Aku cuma berpesan jangan ikut-ikutan liat gituan di HP
teman, nanti ketahuan guru, bisa dihukum. Paling jauh aku hanya
menyebutkan warning seperti itu saja. Mana mungkin aku larang untuk sama
sekali tidak boleh melihat. Larang itu tidak masuk akal akan dipatuhi.
Dampak dari pengetahuan mereka dari film-film sex mulai aku rasakan.
Stella suatu saat kemudian menyatakan keinginan merasai mengisap
penisku. Mulanya aku cegah dengan mengatakan aku geli tidak tahan
dihisap-hisap. Pertama-tama sih mereka percaya, tetapi lama-kelamaan
mereka bertanya-tanya, karena yang mereka lihat di hp kelihatannya kok
enak, dan lelakinya juga keenakan.
Waduh gimana nih aku harus bertindak. Disatu pihak aku merasa sangat
bersalah jika mengizinkan mereka berbuat begitu, tetapi di lain pihak
tentu aku ingin juga disepong. Pada awalnya aku sih masih bisa menahan
mereka, tetapi rengekan mereka plus keinginanku juga, aku kemudian
mengizinkan mereka.
Rasanya memang tidak terlalu enak, karena mereka tentu saja belum
terlalu pintar, tapi sensasinya yang luar biasa melihat dua anak-anak
kecil bergantian menghisap penisku yang menegang keras. Mereka kuajari
cara nyepong yang benar, sempai akhirnya mereka bisa melakukannya.
Enaknya sih tidak seenak di sepong perempuan dewasa. Tetapi sensasinya
luar biasa, itulah yang memberi kenikmatan.
Semula aku tidak tega melepas sperma di mulut mereka, tetapi
lama-kelamaan karena juga keinginanku mereka bisa menerima tembakan
sperma di mulut mereka.
Kehidupanku berangsur-angur makin membaik setelah aku mendapat pekerjaan
lain yang memberi penghasilan cukup besar. Sebagai marketing, aku tidak
perlu bekerja setiap hari. Komisi yang kudapat cukup besar, sehingga
aku akhirnya bisa membeli sebuah apartemen.
Aku memboyong anak-anak itu tinggal di apartemen yang dibawahnya ada
mall. Apartemen 2 kamar. Aku menempati kamar utama dengan tempat tidur
yang lebar, dan mereka menempati kamar kedua dengan tempat tidur
terpisah. Kamar mereka ku disain eksotik sesuai dengan gaya kamar remaja
cewek, lengkap dengan TV, dan internet.
Meski kamar mereka nyaman, tetapi sering kali mereka minta tidur satu
bed dengan ku. Prakteknya kalau siang mereka asyik di kamarnya, tetapi
kalau tiba waktu tidur malam, mereka pasti menyuruk ke dalam selimutku.
Seperti sudah kuceritakan di depan, mereka tidak asing memegang penisku,
bahkan mereka sudah bisa meminum spermaku. Jadi tidak aneh jika waktu
tidur di bawah selimut mereka juga mempermainkanku sampai aku muncrat.
Sejauh ini sejak awal aku tidak pernah meminta mereka sekali pun untuk
melakukan kegiatan sex. Mereka berdua sajalah yang selalu memulai dan
aku mengikuti saja kemauan mereka.
Stella sudah beranjak menjadi gadis ABG 11 tahun dan Vonny menjelang ABG
9 tahun. Tubuh keduanya bongsor. Mungkin darah bule yang mengalir dalam
tubuh mereka menyebabkan perkembangan mereka lebih cepat.
Aku terperanjat ketika sedang tiduran si Stella dengan santainya mengatakan, “ Oom bagaimana rasanya melakukan hubungan sex.”
Segera aku menangkisnya bahwa anak sebesar 11 tahun belum bisa merasakan
hubungan sex, karena kelaminnya masih belum berkembang, lubangnya saja
masih kecil. Aku mengambil cermin kecil dan kuminta Stella melihat
sendiri sambil jongkok ke kemaluan nya. Demikian juga Vonny. Dia baru
yakin bahwa lubang kelamin yang dimilikinya masih sangat kecil, apalagi
Vonny. Sehingga tidak mungkin muat dimasuki penisku yang ukurannya
besar.
Sebenarnya penisku tidak besar sekali, normal saja penis orang Indonesia
panjangnya cuma 15 cm dan garis tengahnya 5 cm. Namun jika dibandingkan
dengan lubang memek si Stella apalagi Vonny, penisku tentu terlalu
besar.
Masalah itu bisa aku tangkal untuk sementara, entah sampai kapan aku
tidak tahu. Sementara itu, si Eno mengabarkan dia memperpanjang
kontraknya 2 tahun lagi, jadi tidak pulang setelah 3 tahun kontrak
pertamanya selesai. Meski jauh, Eno akrab berkomunikasi dengan kedua
anaknya sehingga dia tahu sudah seberapa besar anaknya tumbuh. Hampir
setiap hari mereka terhubung dengan komunikasi yang menggunakan web cam.
Jadi meskipun jauh , Baik ibu maupun anaknya tidak merasa jauh..
Adalah Vonny yang memulai pembicaraan yang kemudian diikuti oleh Stella
masalah oral. Dia mengatakan bahwa selama ini selalu mereka yang
mengoral penisku, tetapi aku tidak pernah mengoral mereka. Dari bokep
yang semakin mudah mereka akses dari internet di kamar mereka, mereka
melihat kenikmatan bagi si wanita jika dioral oleh prianya.
Aku kemudian berusaha mengelak dengan mengatakan bahwa mereka belum
masanya bisa dioral. Mereka tentunya bertanya kenapa. Aku katakan bahwa
seumuran mereka belum merasakan adanya rangsangan, sehingga jika dioral,
maka memeknya akan terasa sangat geli.
Mulanya mereka tetap ingin mencoba karena tidak percaya. Aku melakukan
oral pertama terhadap Stella sebagai yang paling besar. Ternyata dia
merasa kegelian dan tidak bisa menahan rasa gelinya sehingga tidak mau
melanjutkan oral. Vonny melihat kakaknya kegelian agak ragu mau dioral,
tetapi aku minta dia merasakan biar yakin dengan kata-kataku. Dia pun
kegelian dan tak mampu berlama-lama dioral.
Sejujurnya aku sebenarnya ingin mengoral mereka dan membuat mereka
orgasme. Tapi hati kecil menolak karena mereka masih terlalu muda. Namun
nafsu kadang-kadang mengalahkan akal sehat, sehingga suatu malam ketika
aku merasa terangsang karena penis ku dimainkan oleh Stella, aku lalu
mencium mulutnya. Kami lama sekali berpagutan. Setelah itu aku
menelanjangi Stella dan mulai menyiumi kedua susunya yang sudah lumayan
menggelembung. Walau pentilnya masih kecil, tetapi enak juga diemut.
Stella gelisah karena rangsangan di emut pentil susunya.
Dari susunya aku turun ke perutnya dan aku menjilai pusarnya lalu
berpindah ke gundukan memeknya. Ada rambut yang masih sangat halus.
Gundukan itu aku jilati lalu belahan memeknya. Stella sudah terangsang
luar biasa, dan aku merasakan bahwa belahan memeknya sudah berlendir.
Aku kuak belahan memeknya lalu bagian dalam dalamnya aku jilati lalu aku
mencari itilnya. Anak ini itilnya sudah menonjol dan ketika kusentuh
dengan lidahku sudah terasa keras. Aku lalu memusatkan jilatan di
itilnya cukup lama. Stella akhirnya mendesis dan mengerang karena
mendapatkan orgasme
Dia mengatakan rasanya luar biasa enak dan pikirannya serasa tidak ada
beban. Stella memeluk diriku erat sekali. Giliran berikutnya aku minta
dioral sampai muncrat. Vonny hanya menjadi penonton saja. Dia belum
berani dioral memeknya karena dia masih ingat betapa rasa geli jika
memeknya dioral.
Itulah awal aku mengoral memek Stella, yang kemudian berlanjut karena
permintaan dia. Rasa nikmat orgasme membuat dia ketagihan minta dioral,
jika dia merasa birahinya sedang melanda. Aku meski kadang-kadang ingin
juga mengoralnya tapi masih bisa menahan diri. Dalam usia ku yang 35
tahun. Aku sudah bisa mengendalikan keinginanku.
Selanjutnya aku menjadi semacam budak sex Stella untuk memuaskan
keinginan birahi sexnya, dengan cara aku mengoralnya. Dia sudah tidak
sungkan mengekspresikan kenikmatan yang melanda dirinya ketika aku
mengoralnya , sehingga lenguhan dan lengkingan kecil sebagai ekspresi
nikmatnya tidak lagi ditahan-tahannya.
Aku ingat sekali karena beberapa waktu setelah perayaan ulang tahun ke
12 Stella suatu malam dia menanyakan kembali soal hubungan sex. Dia
kembali menanyakan apakah dia sudah bisa melakukan hubungan sex dengan
ku. Aku seperti yang dulu juga mengatakan bahwa dia belum waktunya
melakukan hubungan sex dengan penetrasi penis memasuki rongga vaginanya,
karena vaginanya masih terlalu kecil.
Rupanya Stella rajin mencari bacaan mengenai sexologi, sehingga dia
mengetahui bahwa vagina itu memiliki elastisitas yang tinggi. Karena
vagina wanita yang lubangnya kecil bisa dilalui kepala bayi. Ketika hal
itu ditanyakan kepadaku, aku menerangkan bahwa hal itu benar, tetapi itu
adalah vagina wanita dewasa. Sedangkan yang masih di bawah umur,
elastisitasnya belum terlalu besar.
Untuk sementara waktu kelihatannya Stella bisa menerima alasan yang aku
kemukakan. Tetapi apakah dengan demikian meredam keinginannya merasakan
penetrasi di lubang vaginanya ? Nyatanya tidak juga.
Aku katakan demikian karena suatu kemudian ketika aku sudah tidur
nyenyak aku terjaga karena merasa kelaminku dipermainkan. Aku tidak
langsung membuka mata, tetapi memicing dan melihat apa yang terjadi di
bawah sana. Aku melihat Stella sedang membangunkan penisku. Dia
telanjang duduk di sebelahku. Kami memang terbiasa tidur bugil berbalut
selimut. Aku menunggu saja apa yang akan diperbuatnya. Mulanya dia
mengulum penisku sampai benar-benar keras sempurna. Setelah itu dia
bangkit dari bed lalu mengambil cream body lotion dan membalurkan ke
seluruh penisku dan sepintas dia juga memborehkan ke memeknya.
Setelah itu dia berdiri mengangkangiku lalu jongkok di atas kelaminku.
Tangan kanannya memegang kelaminku yang sudah licin oleh cream diarahkan
ke depan lubang memeknya. Karena memeknya licin oleh cream pula maka
kepala penisku bisa melesat masuk ke lubang memeknya. Tampak dia
nyengir, sepertinya dia menahan rasa sakit. Meski begitu dia tetap
merendahkan badannya sehingga kepala penisku makin masuk ke dalam rongga
memeknya.
Dia makin mengernyit menahan rasa sakit, dia mencoba menarik sehingga
kepala penisku keluar lagi. Namun kemudian dia mencoba memasukkan lagi
sambil terus menekan, dia masih mengernyit, lalu ditarik lagi. Begitu
keluar masuk dilakukan berkali-kali sampai kepala penisku agak lancar
masuk sedikit ke memeknya dan mungkin dia sudah tidak terlalu merasa
perih.
Aku berusaha sekuat mungkin agar tidak ejakulasi. Entah keberanian dari
mana, Stella tiba-tiba menekan badannya ke bawah sekuat mungkin sehingga
penisku yang terhenti di batas selaput daranya masuk jauh ke dalam
rongga vaginanya. Stella menjerit lirih merasakan perih di vaginanya.
Penisku pun terasa agak sakit terjepit lubang vaginanya yang masih
sangat sempit. Terlihat di dahi Stella ada peluh berbulir. Mungkin
karena rasa sakit yang dirasakan di memeknya akibat perobekan selaput
dara.
Penisku sudah tenggelam 100 persen ditelan vagina Stella. Dia terdiam
sejenak tidak berani bergerak. Mungkin rasa perih masih terasa di
sekitar kelaminnya. Aku mengintip kebawah, terlihat memek yang masih
gundul terkuak paksa menerima batang penisku.
Stella mencoba menarik badaannya keatas, tetapi bari beberapa centi
kembali diturunkan. Gerakan naik turun ini lama-lama makin panjang. Aku
pun merasa memeknya sudah lebih licin. Dia melakukan tarik tekan
berkali-kali dan mungkin kontrolnya kurang bagus sehingga berkali-kali
penisku lepas dari lubang memeknya. Dia berusaha kembali membenamkan dan
terasa licin dan lebih lancar. Meskipun begitu setiap penisku masuk dia
masih mengernyit.
Sekitar 5 menit dia bergoyang diatasku lantas mulai diikuti desahan
nafasnya yang memburu. Gerakannya makin cepat, karenanya sekali-kali
lepas juga penisku dari lubangnya. Dia masukkan lagi lalu digenjotnya
lagi. Setelah 10 menit mulai licin dan lancar penisku maju mundur di
dalam lubang vaginanya.
Dia mulai menyadari posisi yang nikmat maka dia mengubah posisi
jongkoknya menjadi duduk bersimpuh. Jika tadi dia melakukan gerakan naik
turun, dia kemudian melakukan gerakan maju mundur. Aku merasa
clitorisnya mengenai batang penisku sehingga memberi kenikmatan bagi
Stella kecil yang memeknya masih botak.
Tampaknya dia sudah lupa dengan rasa perihnya, dia makin aktif bergerak
maju mundur. Gerakan ini lebih mampu mengontrol rasa nikmat dan penisku
tidak lepas dari lubang memeknya. Mungkin juga gerakan ini
menyentuh-nyentuh G-spotnya sehingga dia bisa mencapai orgasme yang
tinggi. Dia menjerit dan ambruk ke dadaku. Sementara itu aku merasa
kedutan dengan ritme seperti aku mencapai ejakulasi. Stella mendapat
orgasme tertingginya melelui rangsangan sekaligus clitoris dan
g-spotnya.
Dia menciumiku dan mengatakan, luar biasa enaknya, meski masih terasa
sakit. Karena aku belum mencapai puncak. Aku membalikkan posisi tanpa
melepas penisku dari memeknya. Gerakan perlahan dan hati-hati berhasil,
sehingga aku sempurna berada di atas dirinya. Aku mulai melakukan
gerakan memompa sambil aku duduk untuk melihat penisku yang ditelan oleh
memek gundul Stella.
Terlihat memek kecil tanpa bulu itu seperti dikuak paksa oleh batang
penisku dan batangku keluar masuk dengan lendir bercampur sedikit darah.
Posisi ini tidak bertahan lama, karena aku merasa kurang nikmat dan
Stella juga mengeluh perih. Aku mengubah posisi bertelungkup di atas
tubuhnya lalu melakukan gerakan keluar masuk sampai akhirnya aku
menembakkan sperma di dasar vaginanya. Aku puas dan merasakan nikmatnya
memerawani cewek 12 tahun yang memeknya masih sangat sempit. Stella
masih belum mendapat haid, jadi aku tidak khawatir dia akan hamil akibat
spermaku masuk ke dalam vaginanya.
Vonny terbangun dan dia menyaksikan semua yang kami lakukan dia
mencermati semua yang dilakukan kakaknya dan bertanya terus, soal sakit,
apa enak dan lainnya. Sementara itu kakaknya yang konsentrasi hanya
sekali-kali menyahuti pertanyaan adiknya.
Setelah kami usai terlihat Vonny pun menginginkannya, tetapi masih aku
cegah karena Vonny saat itu masih 10 tahun, sehingga masih sangat belum
layak diperawani. Meskipun teteknya sudah mulai nyembul. Tetapi organ di
dalam vaginanya belum siap dikoyak.
Pernah sekali dia merengek-rengek ingin merasakan ketika aku akan
bersetubuh dengan Stella. Kakaknya mengalah sebentar. Vonny mengikuti
cara kakaknya tetapi akhirnya dia berhenti mencoba karena dia tidak bisa
menahan rasa sakitnya.
Vonny kemudian baru bisa diperawani setelah dia mencapai usia 12 tahun.
Setelah itu aku bagaikan berpolygami dengan dua istri yang masih di
bawah umur. Setiap malam mereka bergantian minta dilayani atau melayani
aku.
Kami berhenti melakukan aktivitas sex setelah Eno kembali dari Canada.
Ketika itu Stella sudah berumur 15 tahun dan Vonny 13 tahun. Keduanya
tumbuh berkembang menjadi gadis yang cantik. Badannya bongsor, sehingga
Stella sudah seperti berumur 17 tahun dan Vonny seperti anak usia 15
tahun. Tetek mereka besar-besar.
Padahal ibu mereka teteknya tidak terlalu besar. Stella datang dengan
laki bule yang kata dia sudah resmi menjadi suaminya. Terlihat perbedaan
umurnya jauh. Jika Stela berusia 35 an, suaminya kelihatan sudah lebih
dari 50 tahun.
Kedua anak mereka itu akhirnya diboyong ke Toronto, Canada dan menetap
di sana. Kami masih berkomunikasi dengan Stella dan Vonny. Dia bahkan
bercerita mengenai hubungan dengan cowok-cowoknya. Setelah 5 tahun
mereka berkunjung ke Indonesia. Stella dan Vonny masih berkeinginan
bermesraan denganku, nostalgia katanya. Kami melakukannya
sembunyi-sembunyi di hotel. Aku sekaligus melayani keduanya. ***
Tidak ada komentar :
Posting Komentar